Rosa, Silvia (2015) Pentingnya Menyemarakkan Gagasan Kolektif Yang Tersembunyi dalam Karya Sastra Untuk Mendamaikan Konflik Massif di Indonesia. In: Semina Nasional Bahasa, Sastra, dan Perpustakaan, 23 Mei 2015, Universitas Negeri Padang, Padang, Sumatera Barat.
|
Text
Makalah UNP.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menjadikan manusia beralih dari kondisi 'tidak tahu' menjadi 'tahu', melek huruf dan mengerti hitung-hitungan dengan rumus dan dalil baku menurut logika ilmu matematika, ilmu fisika,kimia, akuntansi, dan lain sebagainya. Tujuan pendidikan pada hakikatny ajuga untuk menjadikan manusia 'tahu' tentang apa-apa 'yang tidak diketahuinya' meski telah mela;lui proses belajar di institusi formal sekalipun. Kemampuan untuk mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia adalah suatu oup put yang diperoleh dari suatu proses yang panjang. proses mendengar, menyimak, dan memahami lingkungan alam, lingkungan budaya dan sejarah leluhur suatu etnik yang berketerusan (suistainable), dari suatu generasi ke generasi berikutnya,dapat menjaga, mempertahankan jati diri kolektif. Strategi ini penting dalam rangka melaklukan tindakan preventif untuk menggempur situasi dan kondisi 'shock culture' secara massif di Indonesia, yang kini tengah membuka pintu globalisasi selebar-lebarnya. Perguruan tinggi dan Pemerintah Daerah memiliki peran penting dalam menyusun strategi menyemarakan nilai-nilai gagasan kolektif secara suistainable. prinsip kemajemukan dan keberagaman harus tetap dijaga dalam setiap penyusunan kebijakan pendidikan. Tak terkecuali dalam hal kebijakan penyediaan materi, buku dan standar kecakapan si penyampai materi(guru). Apabila kedua prinsip ini dijadikan urutan teratas dalam penyusunan kebijakan pendidikan di Indonesia maka Pemerintyah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan nasional (Kemdiknas)-cukuplah hanya membuat kisi-kisi atau kriteria buku yang wajib dicapai dalam suatu satuan pendidikan Seni dan Budaya di Sekolah FDasar dan Menengah di Indonesia. Selebihnya yang terkait dengan teknis, ruang lingkup dan muatan materi pendidikan Seni dan Budaya di Sekolah Dasar dan Menengah diberikan ruang kreativitas bagoi Pemerintah Daerah. Prinsip homogenitas hanya untuk standar, kriteria dan kiskisi materi yang wajib dicapai saja, sedangkan prinsip heterogenitas berikan seluasnya kepada Pemerintah Daerah untuk mendesain materi lokalitas dan standar guru yang sesuai sebagai 'si penerus suara'loaklitas itu. Kebijakan demikian teramat penting dalam rangka membiasakan proses mendengar, menyimak, dan memahami lingkungan alam, budaya, dan sejarah leluhur etnik yang lebih bersifat ;lokalitas di suatu daerah. Kebijakan itu akan dapat menghindari 'kebingungan budaya' yang berdampak kepada tindakan malas belajar Seni dan Budaya yang dihadapi oleh seorang siswa karena dipaksa untuk membaca, mengerti, dan menghafal lokalitas budaya di luar budaya etnis ibunya. Kemalasan dan ketidakpedulian siswa terhadap budaya etniknya ini membahayakan bangsa Indonesia kedepan. kecenderungan meniru perilaku budaya non-Indonesia telah mewabah di berbagai pelosok tanah air. ini adalah efek dari berjarakn ya kita dan generasi muda kita dengan budaya etnik kita sendiri. Kehampaan kultural telah mewabah di kalangan generasi mudan dan bahkan juga di kalangan generasi yang sudah tidak muda. Oleh karena itu, strategi membiasakan kembali mendengar, menyimak, dan memahami lokalitas etnik dalam dunia pendidikan di Indonesia, amat urgen saat ini. Key words: lokalitas, gagasan kolektif, dan karakter bangsa.
Item Type: | Conference or Workshop Item (Paper) |
---|---|
Subjects: | P Language and Literature > PZ Childrens literature |
Divisions: | Fakultas Ilmu Budaya > Sastra Daerah |
Depositing User: | Silvia Rosa |
Date Deposited: | 06 Nov 2017 17:07 |
Last Modified: | 06 Nov 2017 17:07 |
URI: | http://repo.unand.ac.id/id/eprint/5300 |
Actions (login required)
View Item |