Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Dalam Perkawinan (Suatu Kajian yuridis Sosiologis Terhadap Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Efren, Nova (2014) Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Dalam Perkawinan (Suatu Kajian yuridis Sosiologis Terhadap Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Working Paper. Fakultas Hukum. (Unpublished)

[img] Text
absk_hukum_05.doc

Download (32kB)

Abstract

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Namun realitas yang kita temui dalam kehidupan masyarakat ternyata berbeda antara harapan dan kenyataan. Kekerasan terhadap perempuan sudah lama ditentang oleh masyarakat internasional dengan adanya Convention on the Elimination of Discrimination of All Forms against Women tahun 1978 (CEDAW). Konvensi ini sudah diratifikasi oleh pemerintah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984. Salah satu perwujudan aturan dalam konvensi CEDAW ke dalam sistem hukum nasional kita adalah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya ditulis UU P-KDRT). Permasalahan dalam tulisan ini adalah: 1) apa saja tindakan yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Sumatera Barat dalam rangka perlindungan hukum terhadap korban KDRT sebagaimana diatur dalam Bab V dan Bab VI UU P-KDRT?, 2) Sejauhmana Polda Sumbar telah melakukan perlindungan terhadap korban KDRT sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan 36 UU P-KDRT?, 3)Apakah Pengadilan Negeri Padang telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 32, 33, dan 34 UU P-KDRT? Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, secara normatif UU P-KDRT telah mengatur beberapa bentuk perlindungan hukum terhadap korban KDRT, diantaranya: Pemberian layanan medis, konseling psikis, pendampingan, bimbingan rokhani, penempatan di Rumah Aman, bantuan hokum. Masing-masing bentuk perlindungan tersebut dilakukan oleh pihak tertentu, seperti RS, Kepolisian, Relawan Pendamping, Pembimbing Rokhani, Advokat, dan lain-lain. Pemda Sumbar melalui Biro Pemberdayaan Perempuan telah melakukan sosialisasi UU P-KDRT kepada masyarakat dalam bentuk seminar, lokakarya, dan lain-lain. Perlindungan hukum terhadap korban KDRT oleh Pihak Polda Sumbar melalui petugas RPK, baru sebatas mengantarkan ke RS untuk pemeriksaan medis bagi terpenuhinya alat bukti, dan kerjasama dengan pihak P2TP2A bagi pendampingan psikis. Permintaan perlindungan khusus kepada Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam UU P-KDRT belum pernah dilakukan. Pihak Pengadilan Negeri Padang, dalam hal ini hakim, masih menerapkan pidana minimal dalam kasus-kasus KDRT. Pertimbangan mereka adalah bahwa tingkat seriusitas kasus-kasus KDRT yang ditangani masih rendah, di samping faktor-faktor yang meringankan lainnya seperti pelaku masih memiliki tanggungan isteri dan anak, pelaku menyesal, dan lain-lain. Agar terdapat peningkatan pemberian perlindungan hukum terhadap korban KDRT di masa mendatang, maka perlu dilakukan berbagai hal berikut: 1. Pemerintah seharusnya segera merealisasikan kewajiban yang tercantum dalam UU P-KDRT. Kewajiban tersebut diantaranya adalah membentuk Women Crisis Centre, sehingga korban KDRT hanya perlu mendatangi satu tempat untuk mendapatkan semua pelayanan dan pendampingan serta pemeriksaan yang diperlukan. 2. Petugas RPK di Kepolisian seharusnya lebih peka terhadap kondisi dan situasi yang dialami korban KDRT. Permintaan akan perlindungan khusus kepada Pengadilan Negeri seharusnya berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan semata-mata karena tidak adanya permintaan dari korban. Pencabutan pengaduan oleh pihak korban seharusnya dipahami sebagai salah satu wujud dari ancaman yang diterima korban dari pihak pelaku, bukan hanya karena kesadaran penyesalan korban atau keinginan untuk mempertahankan perkawinannya. 3. Hakim seharusnya mempertimbangkan dengan seksama putusan dan pidana yang akan diterapkannya. Pemahaman terhadap teori pemidanaan dan tujuan diberlakukannya UU P-KDRT seharusnya juga mendasari putusan mereka, tidak hanya melihat kepada faktor-faktor internal dari pelaku KDRT.

Item Type: Monograph (Working Paper)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Depositing User: Operator Repo Unand
Date Deposited: 31 Mar 2016 08:38
Last Modified: 31 Mar 2016 08:38
URI: http://repo.unand.ac.id/id/eprint/2646

Actions (login required)

View Item View Item