Dasman, Hardisman (2019) Empat dampak stunting bagi anak dan negara Indonesia. The Conversation.
|
Text
Empat dampak stunting bagi anak dan negara Indonesia.pdf - Published Version Download (159kB) | Preview |
Abstract
Di balik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat dalam kurun 20 tahun terakhir, masih masih ditemukan anak kekurangan gizi di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan pembangunan sektor fisik tidak sinkron dengan perbaikan gizi masyarakat. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan mengkonfirmasikan kondisi ketimpangan gizi tersebut. Laporan tahun lalu menyebutkan terdapat 13,8% anak usia di bawah lima tahun dengan gizi kurang dan 3,9% gizi buruk. Artinya secara nasional dari estimasi populasi balita sebesar 23,8 juta jiwa yang digunakan pada kajian tersebut, terdapat 3,2 juta anak dengan gizi kurang dan 928 ribu mengalami gizi buruk. Data ini hanya mengalami sedikit sekali perbaikan dibandingkan lima tahun sebelumnya (Riskesdas 2013) yang menyatakan ada 13,9% gizi kurang dan 5,7% gizi buruk pada rata-rata nasional. Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis. Anak-anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik. Anak yang mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau kronis, terutama yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat pertumbuhan fisiknya sehingga menjadi pendek (stunted). Kondisi ini lebih berisiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di dalam kandungan. Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa angka stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi. Seperti disebut dalam laporan Riskesdas terakhir, ada 30,8% atau 7,3 juta anak di Indonesia mengalami stunting, dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6 juta anak sangat pendek. Pada jangka panjang, gizi buruk berdampak pada 1. Kognitif lemah dan psikomotorik terhambat, 2. Kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga, 3. Lebih mudah terkena penyakit degeneratif pada saat dewasa, dan 4. Sumber daya manusia berkualitas rendah.
Actions (login required)
View Item |